Geopolitik Energi

September 25, 2007

SOEHARTO, DEWAN JENDERAL, CIA, DAN G-30-S

BAB IIIB: BIO-DATA & KUASA BERPINDAH

Agar lebih jelas, saya paparkan sekilas biografi saya. Saya lahir di Kepanjen (selatan Malang), Jatim, 15 September 1914. Ayah saya, Kusadi, adalah Wedono Kepanjen. Ibu saya, Sapirah, adalah ibu rumah tangga biasa. Saya adalah anak kedua dari enam bersaudara.

Saya dibesarkan dalam keluarga Islam yang taat. Untuk ukuran posisi ayah di desa kecil Kepanjen saat itu, keluarga kami cukup terhormat. Masa kanak-kanak saya habiskan di Kepanjen. Saya sekolah di SR (Sekolah Rakyat setingkat SD) di sana.

Lulus SR, saya masuk MULO (setingkat SMP) di Malang. Sebab, saat itu di Kepanjen belum ada sekolah MULO. Lulus MULO saya lanjutkan ke AMS tahun 1928. Saya masuk sekolah terlalu dini, sehingga pada usia 14 tahun saya sudah tamat AMS.

Tamat AMS, saya memilih melanjutkan ke sekolah kedokteran di Jakarta. Tempatnya di Jalan Salemba yang kemudian berubah menjadi Universitas Indonesia. Saat itu saya memang ingin menjadi dokter ? sebuah keinginan yang bisa dibilang muluk untuk ukuran rakyat Indonesia saat itu. Anak-anak rakyat biasa saat itu paling tinggi hanya sekolah SR. Saya bisa ke sekolah lanjutan, sebab ayah saya merupakan petinggi, walaupun hanya petinggi desa.

Tetapi, dari lima saudara saya, hanya saya yang paling menonjol di sekolah, sehingga bisa melanjutkan sampai ke sekolah kedokteran. Semasa sekolah kedokteran, saya banyak kenal dengan para pemuda pejuang, termasuk Bung Karno. Saya sering ikut diskusi-diskusi mereka. Dari sana saya juga dikenal para pemuda pejuang itu. Saya sendiri menjadi tertarik bergaul dengan mereka.

Saya menyelesaikan sekolah dokter sesuai jadwal, yakni tujuh tahun. Tercapailah keinginan saya menjadi dokter. Lantas saya mengambil brevet dengan spesialisasi bedah perut. Saya selesaikan ini dalam tiga tahun, juga sesuai jadwal. Maka, pada tahun 1938 saya sudah mengantongi gelar dokter ahli bedah. Ketika itu jumlah dokter umum masih sangat jarang, apalagi dokter spesialis. Kalau tidak salah, dokter ahli bedah hanya ada lima orang. Tiga dari Jakarta, termasuk saya, dua dari Surabaya (Universitas Airlangga).

Sebelum lulus, tahun 1936 saya menikah dengan Hurustiati, seorang mahasiswi tapi beda fakultas dengan saya. Ketika saya sudah lulus, ia masih kuliah. Usia kami hanya berbeda beberapa tahun. Saya sedikit lebih tua.

Begitu lulus, saya langsung ditarik pemeritah kolonial menjadi dokter di Semarang (sekarang RS Dr. Karjadi). Hanya beberapa bulan kemudian saya dipindahkan ke Jakarta (sekarang RS Dr. Cipto Mangunkusumo). Ahli bedah di sana saat itu hanya dua orang, termasuk saya. Untuk menyalurkan hobi berdiskusi saat mahasiswa, saya masuk PSI. Hanya dalam waktu beberapa bulan saja, pada 1940 saya sudah menjadi wakil ketua PSI.

Akhirnya saya mundur dari rumah sakit. Saya juga tidak praktek pribadi. Sepanjang hidup saya juga tidak pernah praktek dokter pribadi. Karir saya di kedokteran selesai sampai di situ, sebab saya jenuh dengan pekerjaan yang menurut saya monoton. Saya lebih tertarik berorganisasi. Sampai akhirnya proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Bung Karno.

Sekitar tahun 1946 saya ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi wakil pemerintah Indonesia di Inggris, berkedudukan di London. Penunjukan itu tiba-tiba saja. Tidak melalui proses, misalnya, menjadi pegawai negeri dulu. Mungkin karena saat itu jumlah manusia tidak sebanyak sekarang. Dan, penunjukan Presiden Soekarno langsung saya terima. Istri saya juga setuju.

Ini sebenarnya jabatan duta besar, tetapi kemerdekaan Indonesia belum diakui PBB. Sehingga saya tidak dipanggil duta besar, baik di Indonesia maupun di Inggris. Bung Karno hanya menyebut jabatan saya: Wakil Pemerintah Indonesia di Inggris.

Sebelum berangkat ke London, saya was-was. Tetapi setelah di Inggris, keberadaan saya ternyata diterima oleh Pemerintah Inggris. Memang tidak ada penyambutan saat saya datang. Saya juga tidak membayangkan akan disambut. Lantas saya membuka kantor di London. Inilah embrio Kedutaan Besar RI untuk Inggris. Dan, itulah awal saya meniti karir di pemerintahan. Jika banyak orang menempati jabatan Dubes sebagai pos buangan, saya malah memulai karir dari pos itu.

Tahun 1950 baru saya disebut Duta Besar RI untuk Inggris berkedudukan di London. Bagi saya sebenarnya tidak ada perubahan. Hanya sebutannya saja yang berubah. Namun, kemudian reaksi pemerintah Inggris terhadap keberadaan saya di sana secara bertahap berubah ke arah positif. Saya sering diundang ke acara-acara kerajaan, sebagaimana diperlakukan terhadap para duta besar dari negara-negara merdeka lainnya.

Dari seringnya menghadiri undangan acara kerajaan itu saya sering berdekatan dengan Ratu Elizabeth. Saat itu tidak terbayangkan oleh saya bahwa berdekatan dengan Ratu Elizabeth kelak bisa menyelamatkan nyawa saya dari eksekusi hukuman mati yang tinggal menunggu hari (soal ini sudah diungkap di muka). Saya hanya menjalankan tugas negara. Dan, dalam menjalankan tugas, antara lain, harus menghadiri acara-acara seremonial tersebut.

Pada tahun 1954 Presiden Soekarno menarik saya dari London, dan memindahkan saya ke Moskow. Resminya jabatan baru saya adalah Duta Besar RI untuk Uni Soviet di Moskow. Dua tahun di sana, lantas saya diperintahkan pulang ke Jakarta. Tiba di tanah air saya ditunjuk oleh Presiden menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Luar negeri, menggantikan Roeslan Abdoelgani. Sedangkan Roeslan menjadi Menlu menggantikan Ali Sastroamidjojo. Yang unik adalah bahwa Ali turun jabatan menjadi Dubes RI untuk AS di Washington.

Setahun kemudian saya dipanggil oleh Bung Karno. Setelah menghadap, Bung Karno berkata demikian: “Bandrio, kamu saya tunjuk menjadi Perdana Menteri.” Saya kaget. Itu merupakan suatu loncatan jabatan yang luar biasa ? dari Sekjen Deplu menjadi Perdana Menteri. Menanggapi ini saya mengatakan, minta waktu berpikir.

Sesungguhnya saya menolak tawaran itu. Saya merasa tidak enak dengan para senior saya. Memang, saya merasa Bung Karno menaruh simpati pada saya. Tolok ukurnya adalah bahwa Bung Karno sering menugaskan saya membuat naskah pidatonya. Bahkan, pada suatu hari Bung Karno berpidato di Markas PBB. Sebelum tampil Bung Karno meminta saya membuatkan naskah pidato, padahal saya di Jakarta. Namun, tugas itu tetap saya laksanakan. Walaupun saya jarang bertatap muka dengan Bung Karno, terasa sekali dia bersimpati pada saya. Tapi, saya merasa belum mampu menjadi Perdana Menteri. Apalagi saya belum lama pulang ke tanah air, sehingga saya kurang memahami perkembangan situasi terakhir.

Menolak tawaran Bung Karno juga tidak enak. Lantas jalan keluarnya adalah bahwa saya bicara dengan Ketua PNI Suwito. Saya minta tolong Suwito menghadap Bung Karno, untuk menyampaikan keberatan saya. Sambil menyampaikan ini ia mengusulkan nama Djuanda. Ternyata Bung Karno setuju. Jadilah Djuanda Perdana Menteri. Untuk menjalankan tugasnya dia dibantu oleh presidium yang disebut Wakil Perdana Menteri (Waperdam). Ada dua Waperdam, yakni Waperdam-I Idham Khalid dan Waperdam-II Hardi. Selanjutnya saya menjadi Menlu menggantikan Roeslan.

Setelah Djuanda meninggal dunia, tiga menteri dipanggil oleh Bung Karno ? saya sendiri, Menteri Pangan Leimena, dan Menteri Pemuda Chaerul Saleh. Tujuannya adalah untuk mencari pengganti Djuanda dari tiga menteri ini. Proses pemilihannya unik sekali, sehingga tidak saya lupakan.

Bung Karno memberi kami masing-masing tiga batang korek api. Semula kami bingung. Bung Karno menyatakan bahwa ini pemilihan yang adil dan demokratis. Masing-masing diberi sebatang korek utuh, setengah batang tanpa pentolan (karena sudah dipatahkan oleh Bung Karno), dan setengah batang dengan pentolan (juga sudah dipatahkan sebelumnya). Bung Karno meletakkan sebuah kantong di meja.

Cara permainannya, batang korek utuh merupakan simbol saya, setengah batang tanpa pentolan menjadi simbol Leimena, dan setengah batang dengan pentolan mewakili Chaerul. Bung Karno minta, masing-masing memilih satu saja untuk dimasukkan ke dalam kantong. Saat memasukkan korek ke kantong, tangan harus menggenggam supaya tidak diketahui yang lain. Pemilihan pun dimulai.

Saya memasukkan setengah batang korek tanpa pentolan. Artinya, saya memilih Leimena. Lantas disusul Leimena dan Chaerul. Meskipun bentuknya sangat sederhana, tetapi inilah pemilihan Perdana Menteri Indonesia. Suasana hening. Bung Karno memandang masing-masing menteri yang memasukkan korek ke sebuah kantong. Sampai semuanya menggunakan hak pilihnya.

Apa yang terjadi berikutnya? Bung Karno menumpahkan isi kantong itu secara blak-blakan. Yang tampak: sebatang korek utuh, setengah batang tanpa pentolan, dan setengah batang dengan pentolan. Lengkap. Bung Karno geleng-geleng kepala. Hasil suara seimbang untuk tiga kandidat. Pemilihan macet. Kami saling memandang satu sama lain. Lantas kami saling terbuka. Saya pilih Leimena, sebaliknya Leimena pilih saya, Chaerul pilih dirinya sendiri.

Leimena kemudian bicara. Sebaiknya Soebandrio menjadi Perdana Menteri. Alasannya, Indonesia butuh perhatian penuh di bidang luar negeri. Terutama menyangkut Irian Barat yang statusnya belum jelas. Untuk itu perlu diplomasi internasional. Orang yang tepat adalah Soebandrio, ujarnya. Bung Karno ternyata setuju dan memanggil ajudannya Brigjen Sabur untuk menuliskan keputusan di kertas kop kenegaraan.

Sebelum terlaksana, saya minta bicara. Saya katakan, tidak perlu merombak kabinet. Sebaiknya Bung Karno selain Presiden juga Perdana Menteri didampingi oleh para Waperdam. Nah, Waperdamnya adalah kami bertiga. Bung Karno juga setuju. Lalu Leimena main tunjuk, saya Waperdam-I, Leimena Waperdam-II, Chaerul Waperdam-III. Hebatnya, tanpa banyak bicara lagi semuanya sepakat.

Tidak lama kemudian saya dibebani satu tugas lagi sebagai Kepala BPI. Maka, saya merangkap tiga jabatan. Semakin jelas bahwa Presiden mempercayai saya. Walaupun cukup berat, namun saya laksanakan tugas-tugas yang diberikan. Saya masih sempat melaksanakan ibadah haji.

Sebagai imbalan, selain digaji, saya juga diberi rumah cukup di Jalan Imam Bonjol 16, Menteng, Jakarta Pusat. Untuk ukuran saat itu rumah tersebut sudah cukup mewah. Di rumah itu pula saya memiliki perpustakaan. Kelak perpustakaan saya ini dihancurkan oleh penguasa Orde baru.

Tahun 1958 anak saya yang pertama lahir, dan kami beri nama Budojo. Ternyata hanya itu anak saya, sebab dia tidak punya adik lagi.

Saat saya menjadi pejabat tinggi negara, ada yang unik. Saya menjadi tukang khitan beberapa anak pejabat. Ceritanya, para pejabat itu tahu bahwa saya adalah dokter ahli bedah. Saat itu sudah banyak dokter ahli bedah. Tapi, entah mengapa mereka minta tolong saya untuk mengkhitankan anak mereka. Ada beberapa anak pejabat yang sudah saya khitan. Saya hanya menolong mereka dengan ikhlas.

Sejak mengundurkan diri dari RS, saya tidak pernah praktek dokter pribadi. Beberapa teman menyayangkan bahwa saya tidak buka praktek. Sebab, saat itu jumlah dokter masih sedikit. Tetapi, karena sudah menjadi niat saya untuk terjun ke dalam kancah politik, saya tinggalkan bidang pekerjaan yang sebenarnya sesuai dengan bidang pendidikan saya itu. Ya, saya harus memilih, dan saya sudah menentukan. Jadinya, saya hanya menjadi tukang khitan anak pejabat.

Sepanjang saya menjadi pejabat tinggi negara, memang ada beberapa tokoh PKI yang akrab dengan saya. Sebagai pejabat tentu saya akrab dengan pimpinan PKI, DN Aidit. Juga dengan beberapa tokoh PKI lainnya. Tetapi, saya tidak masuk ke dalam keanggotaan partai itu. Saya juga tidak aktif di PSI, sejak menjadi pejabat negara. PKI saat itu adalah partai besar. Mereka tentu memiliki ambisi politik tertentu, sehingga mereka tidak hanya mendekati saya, tetapi juga pejabat tinggi negara lainnya, termasuk Bung Karno. Bahkan, beberapa tokoh PKI masuk ke dalam jajaran kabinet. Banyak juga di ABRI. Sebab, PKI saat itu memang partai besar dan legal. Jadi, wajar kalau tokohnya duduk di kabinet dan ABRI.

Sebagai gambaran, salah satu partai besar saat ini (tidak perlu saya menyebut namanya) menempatkan tokohnya di jajaran kabinet. Bahkan, ada yang masuk ke jajaran ABRI. Bukankah itu hal yang wajar? Dan, kalau para pimpinan partai itu mendekati pimpinan puncak, presiden dan orang-orang terdekatnya, juga wajar. Kondisinya berubah menjadi tidak wajar setelah partai tersebut dinyatakan sebagai partai terlarang. Itulah PKI.

Saat G30S meletus – seperti sudah saya sebutkan di muka – saya sedang bertugas di Medan. Kami keliling daerah untuk memantapkan program-program pemerintah. Begitu saya diberitahu oleh Presiden Soekarno, saya langsung pulang, dan tiba di istana Bogor bergabung dengan Presiden Soekarno pada 3 Oktober 1965. Setelah itu kondisi negara tidak menentu. Presiden Soekarno sudah menjadi tawanan Soeharto di Istana Bogor sejak 2 Oktober 1965.

Sejak itu pula kelompok Bayangan Soeharto menyebarkan propaganda bahwa G30S didalangi oleh PKI. Ketua PKI, DN Aidit, ditembak mati di Jawa Tengah. Namun muncul pengakuan tertulis Aidit ? yang sangat mungkin merupakan rekayasa ? bahwa ia yang mendalangi G30S. beberapa tokoh PKI lainnya juga ditembak mati, tanpa proses pengadilan. Semua ini adalah cara untuk membungkam PKI, agar tidak bicara. Memang, pada 1 Oktober 1965 Aidit berada di Halim, pusat pasukan G30S berkumpul. Namun, saya dengar istri Aidit mengatakan bahwa pada tanggal 30 September 1965, malam hari, Aidit diculik dan dibawa ke Halim. Aidit terbang ke Yogyakarta, beberapa saat setelah Bung Karno meninggalkan Halim.

Saya sangat yakin bahwa dalang G30S bukan Aidit. Saya ingat saat saya dan Aidit sama-sama menjenguk Bung Karno yang sedang sakit. Setelah saya periksa, Bung Karno ternyata hanya masuk angin. Tetapi, disebarkan isu bahwa Bung Karno sedang sakit berat, paling tidak bisa lumpuh. Isu tersebut merupakan propaganda yang ditujukan untuk konsumsi publik di luar PKI. Sebab, PKI pasti mengetahui, karena Aidit bersama saya menjenguk Bung Karno. Propaganda itu bertujuan untuk memberi alasan keterlibatan PKI dalam G30S. Propaganda itu akan membangun opini publik bahwa PKI bergerak merebut kekuasaan sebelum didahului oleh pihak lain, mengingat sakit kerasnya Bung Karno.

Yang mengetahui rahasia ini hanya Bung Karno, Aidit, dokter RRC yang didatangkan oleh Aidit dari Kebayoran-Baru, Jakarta, Dokter Leimena, dan saya sendiri. Tanpa berniat membela Aidit, saya yakin bahwa bukan Aidit yang mendalangi PKI, sebab saya tahu persis. Kalau Aidit mendukung pembunuhan anggota Dewan Jenderal, memang ya. Dalam suatu kesempatan, saya dengar Aidit mendukung gerakan membunuh anggota Dewan Jenderal yang dikabarkan akan melakukan kudeta terhadap Presiden. Sebab, kalau sampai Presiden terguling oleh kelompok militer, maka nasib PKI selanjutnya bakal sulit. Tetapi, Aidit hanya sekadar mendukung dalam bentuk ucapan saja.

Tetapi akhirnya propaganda Soeharto melalui media massa sukses. Kesan bahwa PKI mendalangi G30S melekat di benak publik. Malah diperkaya dengan cerita pembantaian para jenderal di Lubang Buaya oleh kelompok Gerwani yang menari-nari sambil menyiksa para jenderal. Dikabarkan bahwa mata para jenderal dicungkil, kemaluannya dipotong, tubuhnya disayat-sayat. Penyiksaan keji ini diberi nama Upacara Harum Bunga ? suatu nama yang sangat kontras dengan kekejiannya. Sungguh suatu cerita yang mengerikan.

Cerita ini diperkuat dengan pengakuan seorang wanita bernama Jamilah dan kawan-kawan yang mengaku sebagai orang Gerwani. Saya tidak tahu, siapa Jamilah itu. Tetapi cerita ini dipublikasikan oleh pers yang sudah dikuasai Soeharto. Dalam sekejap kemarahan rakyat terhadap PKI tersulut.

Padahal, cerita yang disebarkan Soeharto itu semua bohong. Terbukti, setelah Soeharto tumbang, para dokter yang membedah mayat para jenderal dulu bicara di televisi: mayat para jenderal itu utuh, Sama sekali tidak ada tanda-tanda penyiksaan. Memang kulit mayat terkelupas, tetapi berdasarkan penelitian, itu karena mayat tersebut terendam di dalam air (sumur) selama beberapa hari.

Saya bukan PKI. Memang, saya pernah menyerukan penghentian pembantaian terhadap pimpinan dan anggota PKI oleh AD pada pertengahan Oktober 1965. Itu saat-saat awal PKI dibantai. Seruan saya ini atas perintah Presiden Soekarno yang tidak menghendaki pertumpahan darah. Bung Karno saat itu masih memegang kendali. Beberapa jam setelah G30S meletus, ia memerintahkan agar semua pasukan bersiap di tempatnya. Jangan ada yang bergerak di luar perintah Presiden. Sebab, pada dasarnya Bung Karno tidak menghendaki pertumpahan darah. Namun perintah Presiden tidak digubris. Seruan saya juga tidak dihiraukan. Pambantaian PKI terus berlangsung.

Malah, sejak itu saya dicap sebagai pro-PKI. Apalagi saya pernah ditugaskan di Moskow. Saya juga pernah ditugaskan berkunjung (sebagai Menlu) ke Beijing, RRC dan diberi tawaran bantuan senjata gratis oleh pimpinan RRC. Sedangkan Moskow dan Beijing adalah poros utama komunis. Dari rangkaian tugas-tugas kenegaraan saya itu lantas saya dicap pro-PKI. Saya sebagai pejabat tinggi negara saat itu tidak dapat berbuat banyak menanggapi cap tersebut. Sebab, bukankah semua itu karena saya menjalankan tugas negara?

Saya merasa cap PKI menjadi mengerikan bagi saya, setelah PKI dibantai habis-habisan. Pada Sidang Kabinet 11 Maret 1966 di Istana Negara saya menjadi incaran pembunuhan tentara, meskipun saat itu saya masih pejabat tinggi negara. Ketika Istana Negara dikepung oleh pasukan Kostrad pimpinan Kemal Idris dibantu oleh pasukan RPKAD (kelak berubah menjadi Kopassus) pimpinan Sarwo Edhie, jelas saya diincar. Dari laporan intelijen, saya diberitahu bahwa Kemal Idris bersama pasukannya akan membunuh saya. Itu juga atas persetujuan Soeharto. Tetapi akhirnya saya lolos.

Beberapa hari setelah itu baru 15 menteri ditangkap, termasuk saya. Jika sebelumnya cap pro-PKI terhadap diri saya tidak terbuka, sejak saya ditangkap cap itu semakin menyebar secara luas. Malah, Soeharto menambahi julukan baru bagi saya: Durno. Sebagai orang Jawa, tentu saya sangat sakit hati diberi julukan itu. Sebab, Durno adalah tokoh culas dalam pewayangan. Durno suka mengadu-domba. Soal julukan ini saya tidak tahu bagaimana asal-usulnya. Yang tahu tentu hanya Soeharto. Tetapi, ini memang bagian dari penghancuran diri saya sebagai pengikut setia Bung Karno. Dan, julukan Durno bagi saya baru muncul setelah saya ditahan, setelah Bung karno mendekati ajal politiknya.

Di dalam penjara, saya sama sekali tidak disiksa secara fisik. Kalau disiksa mental, sudah jelas. Interogasi tak habis-habisnya hanya untuk tujuan menjatuhkan mental. Sebagai mantan pejabat tinggi negara, saat itu mental saya sudah jatuh. Dari pemegang kekuasaan negara berubah menjadi orang tahanan. Mungkin saya mengalami depresi. Istri saya tentu mengalami hal yang sama. Anak saya satu-satunya masih kecil.

Saya diadili di Mahmilti tidak lama kemudian. Tetapi, anehnya dakwaan buat saya bukan sebagai PKI atau terlibat G30S. Sama sekali tidak menyinggung dua hal pokok itu. Padahal, saya sudah dicap pro-PKI. Saya sudah dijuluki Durno.

Saya diadili karena ucapan saya bisa menimbulkan kekacauan saat saya berkata: Kalau ada teror, tentu bakal muncul kontra-teror. Beberapa setelah G30S meletus, para pemuda yang dimanfaatkan AD mendesak agar Bung Karno diadili. Mereka didukung oleh AD untuk melakukan demonstrasi dan melancarkan teror bagi Bung Karno serta para pendukungnya. Suatu saat saya mengatakan, jika ada teror (dari para pemuda) maka bakal muncul kontra-teror (entah dari mana).

Nah, ucapan saya ini dinilai bisa memancing kekacauan. Saya dituduh melakukan subversi. Sidang berlangsung singkat, lantas saya dijatuhi hukuman mati. Benar-benar pengadilan sandiwara. Mereka gagal membunuh saya secara terang-terangan di Sidang Kabinet 11 Maret 1966, toh mereka bisa membunuh saya secara ?konstitusional? di pengadilan sandiwara ini. Naik banding dan kasasi saya tempuh sekadar semacam reflek menghindari kematian. Namun upaya hukum itu percuma. Sebab, pengadilannya saja sudah sandiwara.

Dan, pengadilan sandiwara di banyak kasus seputar G30S dan PKI di awal kepemimpinan Soeharto, kemudian berdampak sangat buruk bagi Indonesia. Sejak itu sampai sekarang, pengadilan sandiwara merupakan hal lumrah. Pengadilan sandiwara kasus seputar G30S merupakan semacam yurisprudensi (rujukan) bagi serentetan amat panjang pengadilan sandiwara berikutnya. Moral aparat hukum rusak berat. Pengadilan berbagai kasus di-subversi-kan berikutnya: Tanjung Priok, Lampung, demonstrasi mahasiswa yang kritis terhadap pemerintah Orde Baru, diadili dengan pengadilan sandiwara merujuk G30S. Bahkan juga kasus-kasus korupsi. Salah menjadi benar, benar menjadi salah.

Ini sama sekali bukan pelampiasan dendam saya terhadap Soeharto. Tak kurang Presiden KH Abdurrahman Wahid (tidak ada hubungannya dengan saya) sampai melontarkan pernyataan bahwa seluruh hakim Jakarta akan diganti dengan hakim impor.

Di dalam penjara, awalnya saya mengalami depresi. Kesalahan saya satu-satunya adalah menjadi pengikut setia Bung Karno. Namun kemudian saya tidak menyesal menjadi pengikut setia Bung Karno, sebab itu sudah menjadi tekad saya. Dan, ini merupakan risiko bagi semua orang yang berkecimpung di bidang politik.

Saya masuk sel isolasi, terpisah dengan napi lain. Meskipun saya tidak disiksa fisik, namun direkayasa sedemikian rupa sehingga batin saya benar-benar tersiksa. Kondisi penjara yang sangat buruk, suatu saat membuat perut saya terluka dan mengalami infeksi. Saya tahu, itu obatnya sederhana saja. Tetapi, pemerintah tidak menyediakan. Luka saya dibiarkan membusuk digerogoti bakteri. Ketika luka saya sudah benar-benar parah (berulat), baru diberi obat. Rupanya pemberian obat yang terlambat itu memang disengaja. Akibatnya, luka memang sembuh. Namun sampai kini sering kambuh, rasa nyeri luar biasa.

Di dalam, saya dilarang menulis, membaca berita, dijenguk keluarga atau teman (baru beberapa tahun kemudian dibolehkan). Satu-satunya bacaan saya adalah ayat suci Al-Qur?an. Tetapi, bacaan ini seperti mengembalikan saya pada suasana masa kanak-kanak yang agamis. Saya malah mendapatkan ketenangan jiwa yang tidak saya rasakan ketika saya menjadi pejabat tinggi negara.

Akhirnya saya lolos dari hukuman mati karena kawat dari dua petinggi negara adidaya, AS dan Inggris. Hukuman saya diubah menjadi seumur hidup. Tetapi saya tetap ditempatkan di sel isolasi mulai dari Salemba (Rutan Salemba), LP Cimahi, sampai LP Cipinang.

Pada tahun 1978 anak saya Budojo meninggal dunia karena serangan jantung. Ibunya benar-benar mengalami depresi berat. Sejak saya dihukum, hanya Budojo yang membuat ibunya tabah menghadapi cobaan. Saya bisa membayangkan, betapa isteri saya hidup nelangsa. Dari seorang istri pejabat tinggi negara, mendadak berubah menjadi ?istri Durno?, disusul anak satu-satunya pun meninggal dunia. Maka, beberapa bulan kemudian istri saya menyusul Budojo, berpulang ke rahmatullah. Tinggallah saya sendiri. Tetap kesepian di penjara. Tidak ada lagi yang menjenguk.

Tetapi, diam-diam ada seorang wanita yang bersimpati pada saya. Dia adalah mantan isteri Kolonel Bambang Supeno. Bambang adalah perwira tinggi AD yang ikut mendukung G30S atas instruksi Soeharto. Namun, seperti nasib perwira pelaku G30S lainnya, Bambang dihukum dan akhirnya meninggal dunia. Istrinya, Sri Koesdijantinah, janda dengan dua anak, lantas bersimpati pada saya. Kami akhirnya menikah di LP Cipinang pada tahun 1990. Saya sangat kagum pada Sri yang rela menikah dengan narapidana. Sangat jarang ada wanita setulus dia.

Kini hidup saya tidak sendiri lagi. Meskipun saya tetap meringkuk di sel khusus, tetapi setiap pekan ada lagi orang yang menjenguk, setelah bertahun-tahun kosong. Sri muncul di saat semangat hidup saya nyaris padam. Setiap pekan dia membawakan saya nasi rawon kesukaan saya. Juga dua orang anak Sri sangat perhatian. kepada saya. Sebagai sesama korban Soeharto, kami menjadi bersatu. Saya lantas menjadi sadar bahwa bukan hanya saya korban kekejaman Soeharto. Ada banyak korban lain yang jauh lebih sengsara dibanding saya. Sri benar-benar membuat hidup saya bersinar kembali.

Pada tanggal 16 Agustus 1995 saya dibebaskan. Saya pulang bersama Sri dan anak-anak. Kami menempati rumah besar di Jalan Imam Bonjol 16 yang dulu saya tinggalkan. Saya seperti bangun tidur di pagi hari. Saya seperti baru saja bermimpi, 30 tahun dalam kegelapan di penjara. Saya seperti menemukan hari baru yang cerah. Saya bersujud syukur alhamdulillah, masih diberi kesempatan menghirup udara bebas.

Setahun menempati rumah itu, kami merasa kewalahan. Biaya perawatannya sangat mahal. Sebagai seorang dosen di sebuah perguruan tinggi swasta, honor Sri tidak seberapa. Apalagi saya, penganggur tanpa penghasilan. Tiga jabatan sangat penting saya di zaman Presiden Soekarno tidak dihargai sama sekali. Saya tidak diberi uang pensiun. Akhirnya kami menjual rumah besar itu. Sebagai gantinya, kami membeli rumah lebih kecil di Jakarta Selatan.

Setelah Soeharto tumbang, banyak orang datang kepada saya, menganjurkan saya membuat memoar. Saya sesungguhnya tidak tertarik. Selain tidak memiliki persiapan yang matang, juga tidak ada gunanya bagi saya mengungkap masa lalu. Biarlah itu berlalu. Toh saya sudah menjalani hukuman 30 tahun. Toh saya sudah menerima hinaan disebut Durno, PKI, dan sebagainya. Saya sudah ikhlas menerimanya. Saya sudah legowo. Usia saya sudah senja. Tinggal meningkatkan amal soleh dan ibadah, sebagai bekal menghadap Sang Khalik, suatu saat nanti. Apalagi Soeharto akhirnya tumbang juga. Kalau saya mengungkap masa lalu, saya bisa larut dalam emosi. Maka, anjuran itu tidak saya turuti.

Namun, teman-teman sezaman, baik dari dalam maupun luar negeri terus menghubungi saya, baik melalui telepon maupun bertemu langsung. Mereka mengatakan, sejarah G30S sudah dibengkokkan. Kata mereka, saya harus mengatakan yang sebenarnya untuk meluruskan sejarah. Ini bukan untuk anda, tapi penting bagi generasi muda agar tidak tertipu oleh sejarah yang dimanipulir, kata salah seorang dari mereka.

Diinformasikan bahwa salah satu pelaku sejarah G30S yang amat penting, Kolonel Abdul Latief juga membuat buku berisi pledoinya dulu. Tetapi ada dugaan bahwa Latief tidak mengungkap total misteri G30S. Sebab, Mingguan terbitan Hongkong, Far Eastern Economic Review edisi 2 Agustus 1990 memberitakan bahwa memoar Latief yang lengkap disimpan di sebuah bank di luar Indonesia dengan pesan, boleh dipublikasikan jika Latief dibunuh. Itu berarti G30S masih misteri.

Saya sempat bimbang. Keinginan saya mengubur masa lalu seperti digoyang begitu kuat. Apalagi banyak penulis kenamaan datang kepada saya, siap menuliskan memoar saya. Dalam kebimbangan itu saya ingat pada seorang wartawan muda yang paling sering mewawancarai saya, Djono W. Oesman. Dia saya hubungi dan saya minta menuliskan cerita saya, sebab saya percaya padanya. Dia pun setuju. Dialah penyunting buku ini. Hanya saya dan dia yang menyusun potongan-potongan peristiwa yang saya alami dan saya ingat.

Saya menyadari bahwa mungkin banyak kekurangan di dalam buku ini. Maklum, G30S adalah masalah internal AD, dan saya bukan dari AD. Tetapi saya dalah pelaku sejarah G30S yang mengalami semua kejadian sebelum, saat meletus, sampai dampak peristiwa itu. Mungkin, inilah sumbangan saya, bagian dari amal ibadah untuk bekal kehidupan saya di akhirat kelak. Semoga ada manfaatnya. Amin.

Anda berada di BAB IIIB lanjut ke…

BAB I: PROLOG G-30-S

BAB II: GERAKAN YANG DIPELINTIR

BAB IIIA: KUASA BERPINDAH

KOMENTAR

34 Comments »

  1. maksud tulisan ini apa yah???

    Comment by aRuL — September 27, 2007 @ 12:20 am | Reply

  2. Cape baca semuanya..:), intinya soeharto ternyata salah satu biang kebangkrutan negara ini

    Comment by dwi Yanto — September 29, 2007 @ 8:56 am | Reply

  3. Jangan korupsi dunk………….
    Yang rugi kan Qta tw
    Jangan libatkan agm dalm menyelesaikan suatu masalah karena itu tdk akn menyelesaikan masalah tapi justru tmbh mslh yg ada bkn damai tp malah kacau
    trz trjd PD III tuch klo githu crnya
    Krn jk melibatkan agm bkn psing krn ajrn setiap agm berbeda crnya tp/ walaupun intinya sm.
    Hargai lah org ln jk mw dihargai
    jgn sk mnuntut lbh klo km g bs menghargai orang

    Comment by ani — October 3, 2007 @ 4:38 pm | Reply

  4. “Semoga Allah SWT membuka pintu hati Soeharto untuk meminta maaf kepada rakyat indonesia atas sejarah yang telah di belokkan kebenarannya…”

    Comment by popeye — October 8, 2007 @ 10:05 pm | Reply

  5. benar ta? apa cuman pembenaran aja?

    Comment by david — January 2, 2008 @ 11:59 am | Reply

  6. marilah kita sama-sama mencari kebenaran dari semua itu dengan cara belajar dan mencari sumber ilmu yang benar dari sisi-sisi yang lain dan akuntabel kebenarannya.

    kasmant

    Comment by kasmanto — January 6, 2008 @ 7:56 am | Reply

  7. Ternyata Indonesia dulu merupakan calon naga asia, namun…. hilang dalam sekejab mata oleh sesosok individu haus kekuasaan… sayang.. sungguh sayang.. Sejarah dibuat agar kita tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang serupa..
    Indonesia.. Bangkit!!

    Comment by Herry — January 27, 2008 @ 9:00 am | Reply

  8. Buat Pak Bandrio.

    Terimakasih Pak Ban….telah membukakan matahati kita generasi 80-an. Ternyata Soeharto pendusta ulung. Memang dia banyak berhutang nyawa.
    Kita lihat nanti azab diberikan Allah pada dia dan anaknya yang kelakuannya tidak ada yang bener.
    Bencana Ekonomi dan Bencana Hukum di Indonesia ini adalah warisan suharto, yang masih dipertahankan oleh antek-anteknya hingga kini…
    Mari kita bersihkan bangsa ini dari mental antek-antek suharto yang suka korupsi,dusta, pencuri uang negara , suka memanipulasi, merekayasa cerita untuk membunuh manusia, membunuh karakter orang.
    Agar bangsa ini terbebas dari kesulitan yang berkepanjangan……………….
    Hidup Soekarno… , hidup Soebandrio……. Hidup SBY………….., Hidup Bangsa Indonesia……….
    Peace………………..

    Comment by Mr.D — January 29, 2008 @ 10:33 am | Reply

  9. aku rasa percuma kita membahas berbagai macam kebenaran, karena kebenaran itu bisa dibelokkan kemana2. yang penting sekarang lihat bukti dan kenyataan dilapangan bahwa PKI telah mengkhianati Rakyat Indonesia Dua kali seperti yang terjadi di Madiun dan Jawa barat sekitarnya. dan dimana2 orang untuk bisa membersihkan nama baik itu pasti akan mencari cara agar bersih kembali meski harus membelokkan fakta yang ada dengan menyebut diri mereka sebagai korban. INGAT!! kita sudah dikhianati 2x jadi jangan sampai ada yang ke3xnya, mau jadi apa bangsa kita kalau sampai seperti itu.

    Comment by ER — January 31, 2008 @ 3:44 pm | Reply

  10. mass saya link yahh .,.,baguss ini

    Comment by fajar — February 4, 2008 @ 2:24 pm | Reply

  11. g30s???? siapa sih yang diuntungkan dari g30s????
    PKI??jelas tidak karna kalo mau kudeta harusnya mengkudeta Soekarno bukan menga\habisi para jendral
    Soekarno???jelas juga tidak
    lalu siapa yang dapat mendulang keuntungan setelah para jendral tiada tentu seorang dari kalangan militer dapat tiba2 muncul dengan mengkambing hitamkan PKI,setelah itu mencap soekarno terlibat g30s yang menyebabkan kekuasaanny goyah..pagi 1 okt 65 semua berit urat kabar,RRI membeberkan berita bahwa para jendral telah dibunuh dgan keji,dipoong,disilet,dsb oleh GERWANI yang secara de facto kekuasaan negara ini telah dibawah TNIAD yg pd saat itu komandan tertinggi adalh SOeharto karna NAsution msh blum ditemukan.berita tersebut yang menyulut amarah rakyat terhadap pki meski visum menyebutkan tidak ada penyiksaan sekejam itu.pemberontakan yg terjadi di madiun jabar karna para petani dirampas lahanny bang.

    Comment by radit guevara — February 11, 2008 @ 1:44 am | Reply

  12. Dgn membuka hati & pikiran, mari kita belajar mengenal sejarah dengan jujur, agar mjd rakyat yang pintar dan bermartabat ….

    VIVA PAK BANDRIO … Perjuanganmu meluruskan sejarah, tidak akan sia2 …

    Comment by AM — February 11, 2008 @ 7:10 am | Reply

  13. Hitam putih sejarah Indonesia yg paling hitam kelam adalah PKI ….. bung negara ini tidak dibangun oleh penghianat atau komunis
    Ingat kita sudah 2 x di ” H I A N A T I ” jadi jangan sampai dibodohi

    Comment by Fatahila — February 28, 2008 @ 12:01 pm | Reply

  14. Saudara-saudara,
    Tolonglah jadi kritis, sekali lagi kritis untuk menyikapi sejarah-sejarah masa lalu, dan pemeberitaan media massa. Kita diberikan logika untuk memudahkan berpikir tanpa harus melihat kejadian secara langsung dan tanpa mengikutii arus yang telah ada diluar, karena ini bisa direkasaya dan untuk itulah mereka bekerja.
    Mencoba berdiri sendiri, berpikir logis, kritis dan silakan bersikap, lalu dari sana akan ketahuan apakah kita gampang ikut arus, ataukah memang berada dalam arah yang benar.
    Indonesia mudah hancur jika kita hanya taat pada satu arus saja. Karena dari sana kekuatan asing mudah mebelokkan seluruh arus tersebut sesuai dengan keinginanya. Dan inilah demokrasi yang sebenarnya

    Comment by Hadi — April 11, 2008 @ 3:49 am | Reply

  15. Deal All, Bangsa Indonesia

    Kita sudah menyaksikan bahwa hukum Tuhan pasti berlaku bagi siapapun.
    Segala tipu daya manusia tiada apa-apanya di mata-Nya.
    Amerika melalui CIA, mengobok-obok beberapa negara termasuk Indonesia, kemudian setelah itu Bung Karno lengser, hal itu ada hikmahnya bagi kita.
    Kemudian Pak Harto dengan strategi ulung, menggunakan berbagai cara merebut kekuasaan termasuk dengan kekuatan mahasiswa akhirnya jatuh juga dengan kekuatan mahasiswa.
    Nyatanya kita, bangsa ini sedang diperlihatkan betapa seorang pawang ular mati karena ularnya, seseorang mati hina juga karena ulahnya. Semua ada hikmahnya.
    Tidak perlu mengutuk, memaki siapapun, karena tiada sehelai daun jatuh yang luput dari pengetahuan-Nya. Dialah Tuhan Yang Maha Esa.
    Memaafkan lebih baik, karena fitrah manusia adalah suci, bersih dari segala dendam dan amarah.
    Bangsa ini akan besar, jika rakyatnya dekat dengan Sang Maha Kuasa, Dialah Tuhan YME.

    Bangkitlah Saudaraku se tanah air, kebathilan tidak akan menang dengan cahaya kebenaran,.
    Majulah, dan Damailah Indonesia……., Amien.

    Salam,
    fam

    Comment by Farabi Al Mishri — May 8, 2008 @ 7:17 am | Reply

  16. Memang Suharto jenderal “pintar” & “licik”, Strateginya : Musnahkan pesainganya (jenderal), gunakan tugas dilapangan melalui anak buahnya(Letkol Untung),gunakan “slogan” untuk image buruk dengan bahasa’PKI lu”, gunakan PKI untuk alasan musuh bangsa indonesia (pengalaman pembrontakan),gunakan militer & mahasiswa untuk rebut kekuasan, gunakan instrumen “konsitusi” super semar (belum ada aslinya) untuk ambil alih kekuasaan, bunuh Sukarno dengan cara sopan (di rumahkan Wisma yaso bukan di rumah sakit), penjarakan Sukarno yang sopan (di wisma yaso), dengan demikian Sukarno dkk hancur, sehingga dengan demikian memberi kesan Suharto adalah kudeta perlahan-lahan, jadi Presiden seumur hidup dengan manipulasi pemilu & hanya 3 Parpol yang di dominasi adalah eksponen Golkar 75% suara di DPR/MPR. Syukur alhamduliah Suharto jatuh ditumbangi oleh mahasiswa, tetapi anak-anak & kroninya hidup makmur 7 turunan.

    Comment by Durno-2 — May 20, 2008 @ 3:46 pm | Reply

  17. Untuk Bram.
    ( dipopulerkan oleh iwan fals)

    ….Panji-Panji putih-putih
    ….Berkibar setengah tiang
    ….Burung-burung merpati
    ….menebarkan melati
    ….Lampu suci dinyalakan
    ….Dalang tua berdoa….

    ….Wayang kayon diletakkan
    ….Lakon mulai dilakukan
    ….Rahasia dibeberkan
    ….Peristiwa dijelaskan
    ….Bayangan dihidupi
    ….Cermin hati dibagi

    Oh. Alam semesta
    Menerima perlakuan sis-sia
    Diracuni jalan nafasnya
    Diperkosa kesuburannya

    …. Oh Rakyat menilai
    Menerima perlakuan curang
    Digusur jaln hidupnya
    Digoda … kemakmurannya

    …Oh Lakon selesai
    Penonton pulang ke rumahnya
    Membawa hati yang bertanya-tanya
    Siapa tadi yang menjadi korban?

    Ditajawab tanya …Tanya
    Pertanyaan abadi… ditanyakan lagi
    Tanyakan ….tanyakan
    Tanyakan … tanyakan
    Pertanyaan abadi …. Ditanyakan lagi
    Ditanyakan … ditanyakan.

    ( Puisi tentang G30S/PKI –kah ini ?)

    Comment by Kelly — May 25, 2008 @ 9:30 am | Reply

  18. Sejarah adalah cerita versi pemenang (dlm hal ini Suharto pemenangnya) jd sejarah g30s pd masa orba ya semau-maunya suharto aj bikin cerita.

    Comment by Generasi muda — September 7, 2008 @ 3:48 pm | Reply

  19. sejenak kita lupakan tentang salah atau benarnya sejarah masa lalu,kita yakin bahwa semua yang terjadi itu akan membawa kebaikan,kita gak tahu apakah PKI itu penghianat negara atau bukan,tetapi yang lebih jelas,seandainya PKI dengan anti Tuhanya masih ada di Indonesia,kita gak tahu masih kah saat ini kita memeluk agama ALLOH yaitu Islam? kita bukan memeuji dan memebenarkan kekejaman suharto,tetapi hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa G 30 S adalah akan tetap dan tegaknya panji tauhid di negeri tercinta INDONESIA,mari belajar,mari berkarya,kita bukanlah hidup dalam negeri impian tetapi kita hidup dalam alam kenyataan,untuk itu kita harus Berani Bangkit dan Maju menyambut seruan ALLOH,untuk tegakknya kalimat ALLOH,ALLOHU AKBAR….,!

    Comment by gushaidar — September 26, 2008 @ 2:28 am | Reply

  20. test aja ini mah

    Comment by tokai — September 26, 2008 @ 6:03 am | Reply

  21. Saya lhr awal taun 90an.jd wkt pa harto mimpin sya blm tau apa2.
    Yg saya tau dri org tua dan kakak saya,kehancuran bngsa ni gara2 ulah dy d masa lalu.dlu dy yg mendalangi g30s dan lain sbgai.y,lalu dy yg kluar sok2an sbgai pahlawan. Saya g ngerti,knpa ada org selicik it. Tp yoweslah.toh skrg dy udh meninggal,dan biar allah yg memblas perbuatan2 dy

    Comment by Sukri — September 29, 2008 @ 12:56 pm | Reply

  22. CIA is the mastermind of this whole mess.

    down to USA!!!

    Comment by curious — October 12, 2008 @ 2:36 am | Reply

  23. aku kasihan sma soeharto.dia cuma djadikan boneka oleh amerika.CIA bangsat!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1

    Comment by ardhi_merahputih — November 30, 2008 @ 11:57 am | Reply

  24. kakek sy seorang kyai yang dibunuh PKI, pembunuhan tsb dilakukan didepan org tua sy. jd org yg membenarkan tindakan PKI tsb mungk juga anak PKI yg memutar balikan fakta. fakta bahwa PKI sudah melakukan pemberontakan thd pemerintah sdh tjd 3 kali, ini dpt menjadi bukti kuat bahwa PKI memang harus ditumpas, terutama oleh umat islam yg dari dulu sdh memukul genderang perang thd komunis yg anti agama. tindakan soeharto agar dapat dilanjutkan oleh SBY utk menumpas habis komunis yg sdh bereinkarnasi dgn wajah baru. kami umat islam akan membantumu.

    Comment by andi merah putih — December 3, 2008 @ 4:37 am | Reply

  25. sy setuju . . . .saya bangga jadi musuh PKI. wahyu ciptaning sasaran utama . . . .

    Comment by badrun — December 3, 2008 @ 4:44 am | Reply

  26. ingat sobat . . . ..! PKi itu anti agama, berapa jumlah kyai qt yg dibunuh PKI, sdh 2x pki malakukan pemberontakan. sungguh PKI yg mengatakan Soeharto sbg dalang. itu hanya upaya2 pemutar balikan fakta yg dilakukan PKI. ingat PKI sdh muncul dgn wajah baru, mereka masuk ke badan legislatif . . .qt harus waspada. semoga bp SBY dpt melanjutkan perjuangan soeharto dlm menumpas PKI, kami umat islam mendukungmu . . . .

    Comment by muhamad — December 3, 2008 @ 5:01 am | Reply

  27. Weleh…nambah bigung ya..setelah membaca pembelaan subandrio..begitu juga kalo kita baca buku tulisan saelan mantan cakra bhirawa…isinya ya itu ada kesamaan pendapat dg bukunya subandrio.malah menempatkan suharto dlm peristiwa g30s/pki.. sebagai jendral yang mnyetujui/merencanakan/mendukung gerakan kup untuk menculik dewan jenderal.tanpa sedikitpun menyoroti bahwa pki dibawah aidit ikut andil besar membawa sukarno kedalam keterpurukan situasi politik saat itu.
    Terlepas itu kudetanya pemimpin tentara dengan tentara atau pki yg ingin mengambil alih kekuasaan atau orang jawa mengkudeta orang jawa …aku mensyukuri bahwa pki bisa hengkang dari bumi pertiwi ini.

    Comment by abujhl — February 22, 2009 @ 8:13 am | Reply

  28. Ya setuju mas …awas pki hidup lagi..! HIDUP SUHARTO….ih udah meninggal ya.

    Comment by lukluk — February 22, 2009 @ 8:25 am | Reply

  29. jangan terlalu percaya dengan sejarah karena cerita tergantung sang sutradara ( penguasa )
    klo bangsa ini melarat, kita harus intropeksi apakah ini cobaan, ujian, atau azab, padahal kata yg MENCIPTAKAN Bumi dan isinya termasuk kita, kalau penduduk negri ini beriman dan takwa akan berikan berkah dari langit dan bumi

    Comment by arief — March 6, 2009 @ 10:01 am | Reply

  30. saya bukan penggemar mati pak harto,tp sy lebih suka kaloyg jd pres pak harto,krn smenjak pak harto jd presiden,sy gaj kenal yg namanya krisis moneter

    Comment by agbar — March 24, 2009 @ 4:06 am | Reply

  31. Mari lah kita para rakyat bani indonesia ini mulai membuka matanya lebar2.Dewan jendral itu sebenarnya memang ada!Isinya adalah para perwira tinggi yang ingin menggulingkan soekarno secara militer (tepatnya pada hari jadi ABRI 5 oktober 1965)!Jdi sebenarnya mereka adalah para penghianat yang naik jabatan terhormat jadi pahlawan!Semuanya terjadi karena PKI terlalu dungu dlm menyelaraskan teori dan praktek dilapangan.Andai mereka lbh terkoodinir dilapangan..astaghfirulahaladzim..na,udzubilahminzalik!!Dosa terbesar bangsa kita adalah bangsa kita tidak pernah bisa menghargai jasa2 para pahlawan (yang betul2 pahlawan tentunya)yg sudah mati2an membela tanah air tercinta ini dgn keringat,darah dan air mata mereka!Sebagian besar anak bangsa justru lebih memilih para penghianat yg tertolong oleh pembengkokan sejarah sebagai para pahlawannya.PROPORSIONAL lah dlm menyikapi semua keadaan yg sdh terlanjur terjadi..Nilai lah seseorang itu tdk dari satu sudut pandang saja.SOEHARTO dlm penilaian saya adalah seorang yg ..BERUNTUNG..SUPER JENIUS..KONSEPTUAL..LOW PROFIL..SEDERHANA tapi juga..NEGATIVE AMBISIUS..OTORITER..LICIK..RAKUS dan “RAJA TEGA”!!!!Manusia tdk lah lengkap tanpa perpaduan antara sisi baik dan sisi buruk.Biarkan hati nurani kita yang berbicara bukan kepentingan yg lbh diutamakan.Sebegininya keadaan sejarah bani kita sehingga yg salah dan yg benar dijungkir balikkan tanpa ampun!MAAFKAN LAH ANAK2MU INI IBU PERTIWI!!!

    Comment by mata hati rakyat — April 21, 2009 @ 5:24 pm | Reply

  32. B@ngsA indonesiA ad@lah bangsA tertolol dimuk@ bumi ini (termAsuk sy@ HIHIHIHI).Bangs@ yg gak bisa bel@jar dari pengalamAn yg pernah terjadi!B@ngsa yang selAlu terperosok kedal@m lobang berisi taik yang s@mA(yang itu2 juga)!Bangsa para INLANDER DUNGU!Bangsa p@rA BOEDAK (termasuk saya hihihihihihihihihihi)

    Comment by pesimistic — April 21, 2009 @ 5:40 pm | Reply

  33. Sejarah tinggal lah sejarah Allah SWT saja yang Maha Mengetahui semua kebenaran……
    Hari esok masih panjang, lebih baik kita bangun Negara dan Bangsa kita ini dengan Bismillahirrohman nirrohim……jgn lupa KITA SEMUA PASTI MATI…jd lebih baik tingkatkan Iman dan Taqwa kita kpd Allah SWT aja….yakin Negara dan Bangsa ini Akan dilindungi oleh Allah SWT..amiiin

    Comment by bhontot — June 22, 2009 @ 10:16 am | Reply

  34. Apapun Pro dan Kontra dr komentar di atas, saya bisa menarik benang merahnya. Bahwa Alm. SOEHARTO (Presiden Indonesia ke 2) BUKANLAH SUATU KEPRIBADIAN YANG BOLEH DI CONTOH OLEH SEMUA PEMIMPIN DI DUNIA. Karena Dia adalah INDONESIA WORST !!…Ya ALLAH jangan Kau turunkan lagi Manusia dengan KEPRIBADIAN dan PERILAKU Se-BEJAD SOEHARTO. Amin Ya Rabbal alamin.

    Comment by Mr. Most People — June 25, 2009 @ 6:55 am | Reply


RSS feed for comments on this post.

Leave a reply to Sukri Cancel reply

Create a free website or blog at WordPress.com.